Sabtu, 06 Juni 2015



Leptospirosis akibat Si Leptospira interrogans

Leptospirosis memang  masih terdengar asing diteilnga kita. Penyakit ini sebenarnya  penyakit yang sering ditemukan kasusnya, apalagi di negara kita Indonesia. Leptospirosis diakibatkan oleh bakteri yang namanya dipakai untuk pemberian nama penyakitnya yaitu bakteri Leptospira. Lepto berarti sempit dan spira berarti terpuntir. Hal ini berhubungan dengan morfologi dari bakteri leptospira sendiri. Penyakit leptospirosis sering disebut dengan nama flood fever karena sering terjadi paska banjir. Genus dari bakteri Leptospira yang bersifat pathogen ialah spesies Leptospira interrogans, sedangkan yang bersifat non-patogen ialah spesies Leptospira biflexa. Pada artikel ini akan jauh lebih membahas tentang spesies Leptospira interrogans penyebab penyakit Leptospirosis. Penyakit Leptospirosis menyerang organ ekskresi ginjal dan salurannya. Bakteri ini menginfeksi manusia dan juga binatang.
Morfologi bakteri Leptospira
                                                    
Gambar Bakteri leptospira menggunakan mikroskop elektron tipe scanning
Sumber :http://id.wikipedia.org/wiki/Leptospirosis
            Bakteri Leptospira interrogans merupakan Spirochaeta aerobik (membutuhkan oksigen untuk bertahan hidup), motil (dapat bergerak), gram negatif, bentuknya dapat berkerut-kerut, dan terpilin dengan ketat.Ciri-ciri bakteri Leptospira yang lain berbentuk spiral, dapat hidup di air tawar selama satu bulan, bersifat patogen dan saprofitik. Leptospirosis disebabkan bakteri pathogen termasuk genus Leptospira, famili leptospiraceae dan ordo spirochaetales. Spiroseta berbentuk bergulung-gulung tipis, motil, obligat, dan berkembang pelan secara anaerob. Setiap spesies leptospira terbagi menjadi puluhan serogrup dan terbagi lagi menjadi puluhan, bahkan ratusan serovar. Saat ini, Leptospira interrogans yang bersifat patogen telah dikenal lebih dari 200 serovar. Jasad renik ini biasanya hidup di dalam ginjal host dan dikeluarkan melalui air kencing (urin) saat berkemih. Host tersebut antara lain tikus, babi, kambing, domba, kuda, anjing, kucing, kelelawar, tupai dan landak. Tikus sering menjadi host bagi berbagai serovar leptospira. Akan tetapi, Leptospirosis akan mati apabila masuk ke air laut, selokan, dan air kemih manusia. Bakteri Leptospira kebanyakan tumbuh di tempat beriklim tropis karena bakteri ini suka tempat yang lembap dan panas.

Leptospira penyebab leptospirosis
 Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikroorganisme berbentuk spiral dan bergerak aktif yang dinamakan Leptospira. Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti Mud fever, Slime fever (Shlamnfieber), Swam fever, Autumnal fever, Infectious jaundice, Field fever, Cane cutter dan lain-lain (WHO, 2003). Karena bakteri ini bersifat zoonosis maka penyakit ini bisa menular dan menjangkiti manusia yang disebabkan oleh penularan binatang. Leptospirosis atau penyakit kuning adalah penyakit penting pada manusia, tikus, anjing, babi dan sapi. Penyakit ini disebabkan oleh spirochaeta leptospira icterohaemorrhagiae yang hidup pada ginjal dan urine tikus (Swastiko, 2009). Cara penularan merupakan direct zoonosis jalur penularan dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Penularan leptospirosis pada manusia ditularkan oleh hewan yang terinfeksi kuman leptospira. Hewan pejamu kuman leptospira adalah hewan ternak dan kelompok unggas serta beberapa hewan liar seperti tikus, bajing, ular, dan lain-lain. Kuman leptospira hidup didalam ginjal pejamu reservoar dan dikeluarkan melalui urin saat berkemih. Manusia merupakan hospes insidentil seperti pada gambar berikut :
                                        
Gambar  Siklus penularan leptospirosis
Sumber :http://www.google.co.id

Menurut Saroso (2003) penularan leptospirosis dapat secara langsung dan tidak langsung yaitu :
a. Penularan secara langsung dapat terjadi :
1) Melalui darah, urin atau cairan tubuh lain yang mengandung kuman leptospira masuk kedalam tubuh pejamu.
2) Dari hewan ke manusia merupakan peyakit akibat pekerjaan, terjadi pada orang yang merawat hewan atau menangani organ tubuh hewan misalnya pekerja potong hewan, atau seseorang yang tertular dari hewan peliharaan.
3) Dari manusia ke manusia meskipun jarang, dapat terjadi melalui hubungan seksual pada masa konvalesen atau dari ibu penderita leptospirosis ke janin melalui sawar plasenta dan air susu ibu.
b. Penularan tidak langsung dapat terjadi melalui :
1) Genangan air.
2) Sungai atau badan air.
3) Danau.
4) Selokan saluran air dan lumpur yang tercemar urin hewan.
5) Jarak rumah dengan tempat pengumpulan sampah.
Setelah kita mengetahui cara penularan bakteri leptospira baik secara langsung maupun tidak langsung, tugas kita ialah menjaga kebersihan diri kita dan lingkungan.lebih baik menjaga dari pada mengobati. Leptospirosis merupakan penyakit yang cukup berbahaya, karena jika saja sudah terjangkit bukan hanya organ ginjal saja yang terserang, tetapi bisa mengakibatkan kerusakan pada organ penting lainnya. Apabila sudah terjangkit penyakit leptospirosis ini bisa diobati dengan terapi antimikrobial.
Pada Hewan
Hewan, yang terinfeksi parah perlu diberikan perawatan intensif untuk menjamin kesehatan asyarakat dan mengoptimalkan perawatan. Antibiotik yang dapat diberikan yaitu doksisiklin, enrofloksasin, ciprofloksasin atau kombinasi penisillin-streptomisin. Selain itu diperlukan terapi suportif dengan pemberian antidiare, antimuntah, dan infus. Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan vaksin Leptospira.
Pada Manusia
Leptospirosis yang ringan dapat diobati dengan antibiotik yang diatas. Sedangkan Leptospirosis yang berat dapat diobati dengan penisillin G, ampisillin, amoksisillin dan eritromisin. Manusia rawan oleh infeksi semua serovar Leptospira sehingga manusia harus mewaspadai cemaran urin dari semua hewan. Perilaku hidup sehat dan bersih merupakan cara utama untuk menanggulangi Leptospirosis yang mudah dan murah.






DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo, T & Utama. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2001
Priyambodo, Swastiko. Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Cetakan Keempat. Jakarta: Penerbit Swadaya. 2009
Saroso, S. Pedoman Tatalaksana Kasus dan Pemeriksaan Laboratorium Leptospirosis di Rumah Sakit. Jakarta : Departemen Kesehatan R.I. 2003
Kusmiyati, dkk. 2005. Leptospirosis Pada Hewan dan Manusia di Indonesia. http://bbalitvet.litbang.deptan.go.id/eng/attachments/152_2.pdf. Diakses pada tanggal 06 Juni 2015 pukul 04.00 WIB
Poloengan, Masniari. 2007. Mewaspadai Leptospirosis di Indonesia Sebagai Penyakit Zoonosis. http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/lokakarya/lkzo05-25.pdf. Diakses pada tanggal 07 Juni 2015 pukul 03.30 WIB
Siti, nurcha. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-sitinurcha-6633-3-babii.pdf. Diakses pada tanggal 07 JUni 2015 pukul 04.00 WIB

Jumat, 24 April 2015

BAKTERI PADA GIGI BERLUBANG

Rongga mulut merupakan saluran pencernaan sebagai gerbang masuk makanan dan minuman yang kita konsumsi tiap hari. Didalam rongga mulut terdapat ratusan jenis mikroba yang hidup dan menetap didalamya. Mikroba- mikroba ini cenderung bersifat pathogen. Banyak bakteri yang menyebabkan penyakit didalam salah satu organ pencernaan mekanik ini. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri ada yang dalam taraf ringan, sedang, bahkan ada yang kronis. Mikroba didalam rongga mulut dibedakan menjadi bakteri Aerob (bakteri yang membutuhkan oksigen) dan bakteri Anaerob  (bakteri yang tidak membutuhkan oksigen).
Penyakit yang disebabkan oleh mikroba didalam mulut salah satunya ialah karies gigi. Karies menyebabkan struktur gigi yang rusak. Gigi berlubang ialah salah satu kelanjutan yang awal mulanya dari gigi yang karies. Banyak sekali faktor yang dapat memicu proses terjadinya karies, yaitu faktor host (struktur gigi, saliva), diet (pola makan), Mikroorganisme dan waktu (Willet dkk., 1991; Kidd dkk., 1992; Samaranayake, 2002). Teori Miller mengatakan bahwa permulaan karies disebabkan oleh terjadinya proses dekalsifikasi substansi keras gigi karena adanya produk asam. Sebagai sumber asam adalah aktifitas bakteri yang memfermentasi karbohidrat. Dalam rongga  mulut terdapat banyak jenis mikroorganisme yang merupakan flora normal, dan mikroorganisme ini hidup dalam keseimbangan dengan hospesnya (Kidd dkk, 1992; Samaranayake, 2002).
Gigi berlubang salah satu penyakit yang sering diderita masyarakat umum. Gigi berlubang disebabkan oleh beberapa factor, salah satunya ialah bakteri Streptococcus mutans. Bakteri ini hidup dengan mengambil nutrisi karbohidrat dan nutrisi lainnya. Saat gula dimetabolisme dengan kandungan lainnya, bakteri Streptococcus mutans menghasilkan asam yang mengakibatkan rongga pada gigi dan jika tidak dihambat lubang pada gigi akan semakin melebar.
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjkNMjs6F1XsYuMusvDK7W43Ew5MUQxyCFLgIsEn6ceKeKGkN2GDrm-cb44nHky_Y0YsrReXZ0oYJfUH5Yd-fCLNh3oOFpoaqiRYgRO5J78MbgNsvNMinmLMcofCyTo0jft5VQiJlOmEok/s1600/Streptococcus+mutans6500.jpg
 Streptococcus mutan adalah bakteri gram positif, bersifat nonmotil (tidak bergerak), jenis bakteri anaerob fakultatif. Memiliki bentuk kokus yang berbentuk bulat atau bulat telur dan tersusun seperti pola rantai. Bakteri ini bisa tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 180- 400 Celsius. Streptococcus mutans biasanya ditemukan pada rongga gigi manusia yang luka dan menjadi bakteri yang paling kondusif menyebabkan karies untuk email gigi. Streptococcus mutans adalah bersifat asidogenik yaitu menghasilkan asam, asidodurik, mampu tinggal pada lingkungan asam, dan menghasilkan suatu polisakarida yang lengket disebut dextran. Oleh karena kemampuan ini, Stertococcus mutans bisa menyebabkan lengket karena sifatnya seperti ini mendukung bakteri lain melengket juga, pertumbuhan bakteri asidodurik yang lainnya, dan asam melarutkan email gigi.
Bakteri Streptococcus mutans ini adalah bakteri dari flora normal pada rongga mulut, namun flora normal ini bisa bertukar sifat menjadi bakteri pathogen opportunitis. Sebenarnya bakteri Streptococcus Mutans adalah bakteri flora normal penghuni rongga mulut namun flora normal ini dapat bertukar sifat menjadi pathogen karena adanya faktor predisposisi yaitu kebersihan rongga mulut. Gejala khas dari penyakit karies gigi ini adalah demineralisasi atau dekalsifikasi substansi gigi yang dimulai pada permukaan gigi dan berkembang kearah dalam (Sulistiyani, 2000).
 Pertumbuhan bakteri jenis ini cukup cepat karena nutrisi yang dibutuhkan selalu terpenuhi, dalam arti lain setiap hari manusia setidaknya mengkonsumsi jenis karbohidrat yang akan dipecah menjadi gula-gula, dan bakteri Streptococcus mutans mendapat nutrisi dari asupan karbohidrat yang dimakan.
Karena bakteri Streptococcus mutans ini bersifat pathogen atau menyebabkan penyakit di rongga mulut khususnya gigi, maka harus ada pencegahan supaya bakteri ini tidak menjamur atau bertambah banyak. Suatu pencegahan dapat meliputi penyikatan gigi yang sering dan dengan serat halus seperti sutra. Dilakukan suatu diet yang kaya akan zat kapur dan fluoride yang di dalam air minum membuat email gigi menjadi lebih kuat dan mencegah karies gigi. Selain dengan cara sikat gigi secara rutin minimal dua kali dalam sehari, ada cara konvesional yang sampai saat ini masih suka digunakan. Cara tersebut ialah berkumur dengan air garam. Apakah air garan mampu mencegah penyebarab bakteri?. Garam dapur beriodium merupakan garam konsumsi atau garam dapur biasa yang diberi tambahan senyawa iodium dan biasanya dalam ikatan senyawa kalium iodat /KIO3 (Winarno, 1992). Dijelaskan juga bahwa iodium efektif sebagai pembasmi bakteri (germisida), pada perbandingan 1:20.000 dalam larutan iodium mampu membunuh bakteri dalam waktu 1 menit dan membunuh spora dalam waktu 15 menit, di samping mempunyai sifat bakterisida dan sporasida juga merupakan fungisida, protozoasida, cystisida dan virusida yang bekerja efektif terhadap bakteri gram-positif dan gram-negatif (Gilman dkk., 1985). Dari teori diatas ada kemungkinan bahwa bakteri jenis Streptococcus mutans bisa dihambat dengan cara larutan garam atau iodium.

Penyakit yang disebabkan adalah karies gigi, beberapa hal yang menyebabkan karies gigi bertambah parah adalah seperti gula, air liur, dan juga bakteri pembusuknya. Setelah memakan sesuatu yang mengandung gula, terutama adalah sukrosa, dan bahkan setelah beberapa menit penyikatan gigi dilakukan, glikoprotein yang lengket ( kombinasi molekul protein dan karbohidrat) bertahan pada gigi untuk mulai pembentukan plak pada gigi. Pada waktu yang bersamaan berjuta-juta bakteri yang dikenal sebagai Streptococcus mutans juga bertahan pada glycoprotein itu. Walaupun, banyak bakteri lain yang juga melekat, hanya Streptococcus mutans yang dapat menyebabkan rongga atau lubang pada gigi.
Beberapa jenis bakteri yang juga hidup di dalam rongga mulut:
a.      Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang menghasilkan enzim koagulase. Bakteri yang berasal dari famili Staphylococcaceae ini berbentuk bulat dengan diameter berkisar 1µm yang hidup secara berkoloni. Pada umumnya bakteri ini dapat dijumpai di rongga mulut, hidung, tenggorokan, ketiak, dan sela jari kaki. Beberapa laporan menyatakan bahwa bakteri ini menetap pada rongga mulut umumnya pada anak-anak. Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang tidak berspora dan tidak dapat bergerak. Bakteri ini dapat tumbuh dengan cepat pada lingkungan yang aerobik dan suhu optimum 37°C. Staphylococcus aureus tertanam dalam biofilm dan sangat sulit untuk di musnahkan dengan regimen antibiotik standar. Infeksi bakteri Staphylococcus aureus dapat menyebabkan timbulnya kantung yang berisi nanah, seperti abses dan bisul (Honeyman, 2002).

b.      Neisseria sp
Neisseria sp. merupakan bakteri yang menghuni di permukaan gigi. Bakteri yang berasal famili Neisseriaceae merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk bulat(Coccus). Pada umumnya bakteri ini hidup secara berkoloni, namun terdapat pula yang hidunya secara soliter.Neisseriapaling baik tumbuh pada lingkungan aerob, namun beberapa spesies bakteri ini yang tumbuh di lingkungan anaerob. Diameter koloni bakteri ini berkisar antara 0,1-3µm. Koloni bakteri Neisseria umumnya berwarna merah kekuningan. Bakteri ini mampu tumbuh subur pada rentang suhu 35-37°C (Genco, 2010).

Description: http://textbookofbacteriology.net/nfN.meningitidis.jpeg
                       Gambar Neisseria

c.       Corynebacterium
Corynebacterium merupakan kelompok bakteri gram positif yang berbentuk batang dan tidak dapat bergerak. Bakteri ini tidak membentuk spora dan tumbuh subur pada suhu 37°C dan ada yang hidup secara aerob, fakultatif anaerob, dan saprofit. Bakteri yang berasal dari filum Actinobacteria, famili Corynebacteriaceae merupakan flora normal yang dominan terdapat pada kulit dan rongga mulut. Bakteri ini tidak berkapsul dengan ukuran yang bervariasi dengan lebar ±0,5-1 µm (Lestari,2010).
Description: http://www.ppdictionary.com/bacteria/gpbac/diptheriae_bacteria.jpg
        Gambar Corynebacterium

d.      Lactobacillus sp
Lactobacillus sp merupakan bakteri anaerob fakultatif, berukuran 1 µm dan dapat tumbuh dengan subur pada suhu 30-37ºC. Bakteri ini umumnya hidup secara berkoloni dengan warna koloni putih susu atau agak krem. Bakteri ini berbentuk batang namun beberapa spesies bakteri ini nampak bulat yang membentuk rantai pendek. Bakteri yang berasal dari famili Lactobacillaceae ini umum dijumpai pada organ pencernaan salah satunya rongga mulut. (Aryulina,2010).

Description: http://jpkc.njau.edu.cn/spwswx/imgbank/tuku/Lactobacillus%20casei.jpg
              Gambar Lactobacillus
Lactobacillus dapat memproduksi asam laktat dari laktosa dan beberapa jenis gula lainnya sehingga menjadikan lingkungannya bersifat asam maka dari itu bakteri flora normal ini dapat mencegah pertumbuhan bakteri-bakteri merugikan . Meskipun demikian, bakteri Lactobacillus ini dapat juga merugikan dan bersifat patogen. Penelitian menunjukan beberapa spesies Lactobacillus dapat menyebabkan karies pada gigi(Aslim,2014).


Daftar Pustaka 

Regezi, A., Joseph, 1993, Oral Phatology Clinical-Phatologic Correlation, International Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia
Ryan,J., Kenneth, 1994, Sherris Medical Microbiology An Introduction to Infections Diseases, Appleton & Lange, Norwalk Connecticut
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Rahayu, Y.C. 2007. Infeksi Anaerob Dentofasial dan Nyeri Orofasial.
Jember: Laboratorium Biologi Mulut FKG Universitas Jember