Leptospirosis akibat Si
Leptospira interrogans
Leptospirosis memang masih terdengar asing diteilnga kita.
Penyakit ini sebenarnya penyakit yang
sering ditemukan kasusnya, apalagi di negara kita Indonesia. Leptospirosis diakibatkan
oleh bakteri yang namanya dipakai untuk pemberian nama penyakitnya yaitu
bakteri Leptospira. Lepto berarti sempit dan spira berarti terpuntir.
Hal ini berhubungan dengan morfologi dari bakteri leptospira sendiri. Penyakit
leptospirosis sering disebut dengan nama flood fever karena sering terjadi
paska banjir. Genus dari bakteri Leptospira yang bersifat pathogen ialah
spesies Leptospira interrogans, sedangkan yang bersifat non-patogen
ialah spesies Leptospira biflexa. Pada artikel ini akan jauh lebih
membahas tentang spesies Leptospira interrogans penyebab penyakit
Leptospirosis. Penyakit Leptospirosis menyerang organ ekskresi ginjal dan
salurannya. Bakteri ini menginfeksi manusia dan juga binatang.
Morfologi bakteri Leptospira
Gambar
Bakteri leptospira menggunakan mikroskop elektron tipe scanning
Sumber
:http://id.wikipedia.org/wiki/Leptospirosis
Bakteri
Leptospira interrogans merupakan Spirochaeta aerobik (membutuhkan
oksigen untuk bertahan hidup), motil (dapat bergerak), gram negatif, bentuknya
dapat berkerut-kerut, dan terpilin dengan ketat.Ciri-ciri bakteri Leptospira
yang lain berbentuk spiral, dapat hidup di air tawar selama satu bulan,
bersifat patogen dan saprofitik. Leptospirosis disebabkan bakteri pathogen termasuk
genus Leptospira, famili leptospiraceae dan ordo spirochaetales. Spiroseta
berbentuk bergulung-gulung tipis, motil, obligat, dan berkembang pelan secara
anaerob. Setiap spesies leptospira terbagi menjadi puluhan serogrup dan terbagi
lagi menjadi puluhan, bahkan ratusan serovar. Saat ini, Leptospira interrogans
yang bersifat patogen telah dikenal lebih dari 200 serovar. Jasad renik ini
biasanya hidup di dalam ginjal host dan dikeluarkan melalui air kencing (urin)
saat berkemih. Host tersebut antara lain tikus, babi, kambing, domba, kuda,
anjing, kucing, kelelawar, tupai dan landak. Tikus sering menjadi host bagi
berbagai serovar leptospira. Akan tetapi, Leptospirosis akan mati apabila masuk
ke air laut, selokan, dan air kemih manusia. Bakteri Leptospira kebanyakan
tumbuh di tempat beriklim tropis karena bakteri ini suka tempat yang lembap dan
panas.
Leptospira penyebab leptospirosis
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis
yang disebabkan oleh mikroorganisme berbentuk spiral dan bergerak aktif
yang dinamakan Leptospira. Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama
seperti Mud fever, Slime fever (Shlamnfieber), Swam fever, Autumnal fever,
Infectious jaundice, Field fever, Cane cutter dan lain-lain (WHO, 2003).
Karena bakteri ini bersifat zoonosis maka penyakit ini bisa menular dan
menjangkiti manusia yang disebabkan oleh penularan binatang. Leptospirosis atau
penyakit kuning adalah penyakit penting pada manusia, tikus, anjing, babi dan
sapi. Penyakit ini disebabkan oleh spirochaeta leptospira icterohaemorrhagiae
yang hidup pada ginjal dan urine tikus (Swastiko, 2009). Cara penularan
merupakan direct zoonosis jalur penularan dari hewan ke manusia dan
sebaliknya. Penularan leptospirosis pada manusia ditularkan oleh hewan yang
terinfeksi kuman leptospira. Hewan pejamu kuman leptospira adalah hewan ternak
dan kelompok unggas serta beberapa hewan liar seperti tikus, bajing, ular, dan
lain-lain. Kuman leptospira hidup didalam ginjal pejamu reservoar dan
dikeluarkan melalui urin saat berkemih. Manusia merupakan hospes insidentil
seperti pada gambar berikut :
Gambar Siklus penularan leptospirosis
Sumber
:http://www.google.co.id
Menurut Saroso
(2003) penularan leptospirosis dapat secara langsung dan tidak langsung yaitu :
a. Penularan secara langsung dapat terjadi :
1) Melalui darah, urin atau cairan tubuh lain yang
mengandung kuman leptospira masuk kedalam tubuh pejamu.
2) Dari hewan ke manusia merupakan peyakit
akibat pekerjaan, terjadi pada orang yang merawat hewan atau menangani organ
tubuh hewan misalnya pekerja potong hewan, atau seseorang yang tertular dari
hewan peliharaan.
3) Dari manusia ke manusia meskipun jarang, dapat terjadi
melalui hubungan seksual pada masa konvalesen atau dari ibu penderita
leptospirosis ke janin melalui sawar plasenta dan air susu ibu.
b. Penularan tidak langsung dapat terjadi melalui :
1) Genangan air.
2) Sungai atau badan air.
3) Danau.
4) Selokan saluran air dan lumpur yang tercemar urin
hewan.
5) Jarak rumah dengan tempat pengumpulan
sampah.
Setelah kita
mengetahui cara penularan bakteri leptospira baik secara langsung maupun tidak
langsung, tugas kita ialah menjaga kebersihan diri kita dan lingkungan.lebih
baik menjaga dari pada mengobati. Leptospirosis merupakan penyakit yang cukup
berbahaya, karena jika saja sudah terjangkit bukan hanya organ ginjal saja yang
terserang, tetapi bisa mengakibatkan kerusakan pada organ penting lainnya.
Apabila sudah terjangkit penyakit leptospirosis ini bisa diobati dengan terapi
antimikrobial.
Pada Hewan
Hewan, yang terinfeksi parah perlu diberikan
perawatan intensif untuk menjamin kesehatan asyarakat dan mengoptimalkan
perawatan. Antibiotik yang dapat diberikan yaitu doksisiklin, enrofloksasin,
ciprofloksasin atau kombinasi penisillin-streptomisin. Selain itu diperlukan
terapi suportif dengan pemberian antidiare, antimuntah, dan infus. Pencegahan
dapat dilakukan dengan memberikan vaksin Leptospira.
Pada
Manusia
Leptospirosis yang ringan dapat diobati dengan antibiotik yang diatas. Sedangkan
Leptospirosis yang berat dapat diobati dengan penisillin G, ampisillin,
amoksisillin dan eritromisin. Manusia rawan oleh infeksi semua serovar Leptospira
sehingga manusia harus mewaspadai cemaran urin dari semua hewan. Perilaku hidup
sehat dan bersih merupakan cara utama untuk menanggulangi Leptospirosis yang
mudah dan murah.
DAFTAR PUSTAKA
Arjatmo, T & Utama. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid 1. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2001
Priyambodo, Swastiko. Pengendalian Hama
Tikus Terpadu. Cetakan Keempat. Jakarta: Penerbit Swadaya. 2009
Saroso, S. Pedoman Tatalaksana Kasus dan
Pemeriksaan Laboratorium Leptospirosis di Rumah Sakit. Jakarta : Departemen
Kesehatan R.I. 2003
Kusmiyati, dkk. 2005. Leptospirosis Pada
Hewan dan Manusia di Indonesia. http://bbalitvet.litbang.deptan.go.id/eng/attachments/152_2.pdf. Diakses pada tanggal 06
Juni 2015 pukul 04.00 WIB
Poloengan, Masniari. 2007. Mewaspadai
Leptospirosis di Indonesia Sebagai Penyakit Zoonosis. http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/lokakarya/lkzo05-25.pdf. Diakses pada tanggal 07 Juni
2015 pukul 03.30 WIB
Siti, nurcha. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-sitinurcha-6633-3-babii.pdf. Diakses pada tanggal 07 JUni
2015 pukul 04.00 WIB